Duka dari Penggembira Muktamar ke 48 Muhammadiyah dan Aisyiyah di Solo

ums.ac.id, Solo – Innalillahi wainnailaihirsjiun, berita duka datang dari salah satu penggembira Muktamar ke-48 Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah yang diselenggarakan di Solo, 18-20 November lalu.

Almarhum, penggembira asal Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Asahan, Medan, Sugiran (75 tahun) tergolong militan, diusia senja, dia rela menempuh perjalanan selama empat hari dari Pelabuhan Medan ke Solo bersama dengan tujuh orang, anggota rombongannya, termasuk istrinya yang telah berusia 70 tahun, dan cucu laki-lakinya.

Prof., Dr., Harun Joko Prayitno Wakil Rektor 1 Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mewakili keluarga besar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah mengungkapkan rasa dukanya.

“Atas nama keluarga Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah turut berbela sungkawa atas wafatnya salah satu penggembira yang berasal dari PDM Asahan Medan,” ungkap Harun. (22/11)

Perjalanan yang dilakukan oleh rombongan almarhum Sugiran, penggembira asal PDM Asahan berlabuh dari hari Selasa, kemudian singgah di Tanjung Priok pada hari Kamis, dan sampai Kota Solo pada hari Jumat.

Almarhum Sugiran meninggal saat sedang di rawat di rumah sakit. Menurut Prof Harun wafatnya keluarga Muhammadiyah itu diduga karena kelelahan.

“Almarhum Pak Sugiran punya saudara, Pak Mujamir namanya. Pak Mujamir itu adalah pengurus ranting yang sangat senior di Baturan. Mulai Sabtu malam sampai Minggu itu tinggal di keluarganya itu, Pak Mujamir. Kemudian di situ almarhum ini merasa kurang enak badan dan sampai kelelahan kemudian setelah kelelahan di rujuk ke RS PKU Muhammadiyah, di sana beliau dipanggil oleh Allah SWT,” jelasnya.

Jenazah almarhum Sugiran dimakamkan di pemakaman Moren, Baturan, Colomadu. Keluarga besar dari Muhammadiyah, di antaranya Rektor UMS, PDM Asahan Medan, PWM Sumatera Utara, Hizbul Wathon Pusat, PDM Surakarta, dan lainnya turut mengantarkan pemakaman Bapak Sugiran.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah beserta Panitia Muktamar memberikan tali asih kepada keluarga yang berduka. Tali asih tersebut berupa uang duka sejumlah 10 juta dan uang perjalanan untuk pembelian tiket kapal, dan angkutan umum.

“Saya kira ini menjadi teladan bagi warga Muhammadiyah bahwa untuk menjadi seorang Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah sejati dibutuhkan militansi, dibutuhkan ghiroh (semangat), salah satu di antaranya apa yang sudah dilakukan oleh almarhum bapak Sugiran bersama istri dan cucunya ini patut kita teladani bersama,” kata Prof Harun. (Maysali/Humas)